BUNTING

on Senin, 15 Maret 2010

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunianya kami bisa menyelesaikan makalah tentang uji kebuntingan mata kuliah fisiologi ternak dengan judul Pemeriksaan Kebuntingan pada Ternak tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih pada semua pihak yang telah ikut membantu dalam penulisan makalah ini antara lain :
1. Ir.Edi Pramono, SU, selaku dosen pengampu mata kuliah fisiologi ternak.
2. Erni, selaku koordinator praktikum mata kuliah fisiologi ternak.
3. Khamid Hapandi, selaku asisten pendamping mata kuliah fisiologi ternak.
4. semua pihak yang telah turut membantu.
Kami menyadari makalah yang dibuat masih jauh dari sempurna, pada kesempatan ini kami mohon saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini.


penulis













BAB I PENDAHULUAN

Kebuntingan adalah keadaan dimana anak sedang berkembang didalam uterus seekor hewan betina. Suatu interval waktu, yang disebut periode kebuntingan (gestasi) terentang dari saat pembuahan (fertilisasi) ovum sampai lahirnya anak. Hal ini mencakup fertilisasi atau persatuan antara ovum dan sperma.
Terjadinya fertilisasi adalah hal yang sangat penting. Sperma haruslah berada didalam saluaran reproduksi betina, uterus untuk suatu jangka waktu tertentu agar dapat membuahi ovum secara efektif. Hal ini disebut kapasitasi spermatozoa. Kapasitasi mencakup pemecahan parsial akrosom bagian luar dan membran plasma, sehoingga enzim akrosom dapat dilepaskan. Enzim-enzim tersebut selanjutnya dapat menimbulkan zona pelusida. Kapasitasi juga mengaktfkan metabolisme sel-sel sperma dengan menaikan laju glikolisis dalam sel dan penaikan metabolisme oksidatif. Kapasitasi dimuali didalam uterus dan berakhir didalam oviduk.
Baik kerja silaia maupun kontraksi muskuler terlibat didalam pergerakan ovum yang telah dibuahi melalui tuba kedalam uterus.
Implantasi dari satu blastosit menyebabkan timbulnya wilayah refraktori disekitar didalam endometrium yang menghambat terjadinya implantasi lain didaerah yang sangat berdekatan. Terdapat bukti-bukti bahwa embrio didekat tuba uterin perkembangannya sedikit lebih maju dibanding yang berada didekat serviks blas tersebar secara teratur didalam uterus sampai tujuh hari setelah perkawinan. Kontraksi uterin barangkali terlibat dalam pergerakan blastoris, karena tidak adanya bukti bahwa pergerakan itu bersipat aktif.
Ketahanan kebuntingan pada hewan dan diakhirnya dengan kelahiran sebagian besar dipengaruhi oleh keseimbangan laju kerja hormon. Kejadian ini dibuktikan oleh kenyataan perubahan perbandingan kadar hormon sering mengakibatkan keguguran.


BAB II ISI

A. Kebuntingan
Satu periode kebuntingan adalah periode dari mulai terjadinya fertilisasi sampai terjadinya kelahiran normal (Soebandi, 1981) sedangkan menurut Frandson (1992) menyatakan kebuntingan berarti keadaan anak sedang berkembang didalam uterus seekor hewan. Dalam penghidupan peternak,periode kebuntingan pada umumnya dihitung mulai dari perkawinan yang terakhir sampai terjadinya kelahiran anak secara normal.
Periode kebuntingan dimulai dengan pembuahan dan berakhir dengan kelahiran anak yang hidup. Peleburan spermatozoa dengan ovum mengawali reaksi kimia dan fisika yang majemuk, bermula dari sebuah sel tunggal yang mengalami peristwa pembelahan diri yang berantai dan terus menerus selama hidup individu tersebut. Tetapi berbeda dalam keadaan dan derajatnya sewaktu hewan itu menjadi dewasa dan menjadi tua. Setelah pembuahan , yang mengembalikan jumlah kromosom yang sempurna, pembelahan sel selanjutnya bersifat mitotik sehingga anak-anak sel hasil pembelahannya mempunyai kromosom yang sama dengan induk selnya. Peristiwa ini berlangsung sampai hewan menghasilkan sel kelamin (Salisbury, 1985)
Pertumbuhan makhluk baru terbentuk sebagai hasil pembuahan ovum oleh spermatozoa dapat dibagi menjadi 3 periode, yaitu: periode ovum,periode embrio dan periode fetus. Periode ovum dimulai dari terjadinya fertilisasi sampai terjadinya implantasi,sedang periode embrio dimulai dari implantasi sampai saat dimulainya pembentukan alat alat tubuh bagian dalam. Periode ini disambung oleh periode fetus. Lamanya periode kebuntingan untuk tiap spesies berbeda-beda perbedaan tersebut disebabkan faktor genetik
Menurut Frandsion (1992) menyatakan bahwa Periode kebuntingan pada pada kuda 336 hari atau sekitar sebelas bulan; sapi 282 hari atau sembilan bulan lebih sedikit; domba 150 hari atau 5 bulan; babi 114 hari atau 3 bulan 3 minggu dan 3 hari dan anjing 63 hari atau sekitar 2 bulan.
Menurut Salisbury (1985) periode kebuntingan pada semua bangsa sapi perah berlangsung 278-284 hari kecuali brown swiss rata-rata 190 hari.

Perubahan alat kelamin betina selama kebuntingan berlangsung
Menurut Partodiharjo (1982) hewan yang mengalami masa kebuntingan akan menunjukan perubahan bagian-bagian tertentu sebagai berikut:
1. Vulva dan vagina
Setelah kebuntingan berumur 6 sampai 7 bualan pada sapi dara akan terlihat adanya edema pada vulvanya. Semakin tua buntingnya semakin jelas edema vulva ini. Pada sapi yang telah beranak, edema vulva baru akan terlihat setelah kebuntingan mencapai 8,5 sampai 9 bulan.
2. Serviks
Segera setelah terjadi fertilisasi perubahan terjadi pada kelenjar-kelenjar serviks. Kripta-kripta menghasilkan lendir yang kental semalin tua umur kebuntingan maka semakin kental lendir tersebut.
3. Uterus
Perubahan pada uterus yang pertama terjadinya vaskularisasi pada endomertium, terbentuk lebih banyak kelenjar endometrium, sedangkan kelenjar yang telah ada tumbuh lebih panjang dan berkelok-kelok seperti spiral.
4. Cairan Amnion dan Allantois
Volume cairan amnion dan allantois selama kebuntingan juga mengalami perubahan. Perubahan yang pertama adalah volumenya, dari sedikit menjadi banyak; kedua dari perbandingannya. Hampir semua spesies, cairan amnion menjadi lebih banyak dari pada volume cairan allantois, tetapi pada akhir kebuntinan cairan allantois menjadi lebih banyak.
5. Perubahan pada ovarium
Setelah ovulasi, terjadilah kawah bekas folikel. Kawah ini segera dipenuhi oleh darah yang dengan cepat membeku yang disebut corpus hemorrhagicum. Pada hari ke 5 sampai ke-6 korpus luteum telah terbentuk.

B. Pemeriksaan kebuntingan pada ternak
Setelah kita mengawinkan ternak harapan kita adalah terjadinya kebuntingan. Pada umumnya peternak kurang mengindahkan harapan ini. Mereka mengetahui ternaknya tidak bunting setelah ternak mereka minta kawin lagi dalam istilah inseminasi buatan disebut non-return. Karena hasrat manusia untuk mengetahui kebuntingan hewannya secepat mungkin setelah perkawinan Partodihardjo (1982) telah mengadakan uji kebuntingan pada berbagai ternak antara lain:
1. Pemeriksaan kebuntingan pada sapi dan kerbau
Kebuntingan pada sapi dan kerbau dapat diketahui dengan melatih diri meraba alat reproduksi hewan betina melalui rektumnya. Pada saat ini pemeriksaan kebuntingan yang terbaik adalah palpasi per rektum.
2. Pemeriksaan kebuntingan pada kuda
Pemeriksaan kebuntingan pada kuda hingga kini telah diketahui metode palpasi per rektum, metode biologik dan metode immunologik. Metode biologik diciptakan oleh ascheim dan zondek yang menggunakan mencit betina sedang metode biologik yang lainnya diciptakan friedman yang menggunakan kelinci betina. Metode immunologik ada 2 macam, yaitu metode yang mengandung radio-aktif dan metode tanpa radio-aktif.
Metode Biologik untuk pemeriksaan kebuntingan pada kuda
Pada dasarnya, dengan metode biologik ini yang diperiksa adalah adanya hormon PMS. Hormon ini mencapai puncak kadar dalam darah pada hari yang ke 50 setelah fertilisasi dan mulai menurun setelah kebuntingan pada hari ke 120. pemeriksaan dilakukan sebelum hari ke 50 atau sesudah 120 hasilnya diragukan.menurut Frandson (1992) menyatakan metode ini dapat dilakukan pada kebuntingan 50 sampai 84 hari.
Metode Imunologik untuk pemeriksaan kebuntingan pada kuda
Pada dasarnya digunakan serum (anti bodi) untuk mendeteksi adanya PMS yang ada dalam darah kuda tersangka. Anti bodi ini berasal dari kelinci yang telah berkali-kali disuntik dengan hormon PMS yang telah dicampur dengan zat pelambat absorpsi, dengan interval 1 minggu. Pada umumnya sistem yang dipakai adalah Complement Fixation Test (CP test) atau Hemoagulation Inhibition Test (HI)


Tabel Diagnosa Kebuntingan Melalui Palpasi Rektal pada Kuda
Hari kebuntingan ukuran penggelembungannya (Cm)
30 diameter 5; panjang 7,5
45 diameter 7,5; panjang 11,5
60 diameter 12,5; panjang 15
90 diameter 20; panjang 22,5

Sumber : Frandson, 1992

3. Pemeriksaan Kebuntingan Pada domba Kambing
Pada umumnya diagnosa kebuntingan pada kambing dan domba didasarkan pada tidak kembalinya birahi setelah perkawinan. Jika perkawinan telah terjadi 8 sampai 10 minggu, dan hewan tidak lagi menunjukan gejala birahi maka hewan dianggap bunting. Palpasi perkutan dapat pula dilakukan didaerah perut ventro-caudal, sekitar lutut jika hewannya kurus maka adanya fetus dapat dirasakan sesuatu yang menjendol, tetapi nilai komersialnya menjadi tidak berarti. Palpasi dapat dilakukan dengan cara berdiri dibelakang hewan, sedang tangan kanan dan kiri menekan daerah perut disekitar patella (lutut). Metode teknik immunologi telah dikembangkan dengan hormon progesteron sebagai objek yang diukur kadarnya. Metode RIA untuk keperluan deteksi progesteron telah dikembangkan dan hasilnya cukup baik. Dengan metode RIA kadar progesteron pada waktu diestrus mencapai 2.08 ng/ml jika hewan bunting maka kadarnya akan naik hingga 5.20 ng/ml dan kemudian turun sedikit demi sedikit.
4. Pemeriksaan kebuntingan pada Babi
Sistem yang dipakai adalah tidak kembali berahi (non-Return). Metode kimia yang sering dipakai untuk memeriksa kebuntingan yang sering dicoba adalah metode Cuboni dan Lunaas. Kedua-duanya menghitung kadar estrogen yang terdapat dalam urin babi tersangka. Pada prinsipnya estrogen yang terdapat dalam urin dibakar dengan asam sulfat pekat. Zat fluorescence yang timbul dipermukaan cairan menandakan adanya estrogen. Menurut metode Lunaas kedalam 1 sampai 2 ml urin ditambahkan 10 ml aguadest setelah tercampur homogen, asam sulfat pekat sebanyak 15 ml ditambahkan kedalam campuran dan dikocok. Setelah dibiarkan beberapa saat akan muncul zat fluorescence yang terdapat dipermukaan cairan. Uji ini cukup memadai jika diadakan pada hari 24-32 perkawinan.



























BAB III KESIMPULAN

Ternak yang mengalami kebuntingan akan memperlihatkan tanda –tanda yang dapat kita lihat secara kasat mata atau pun perubahan organ-organ reproduksi seperti adanya perubahan serviks, uterus, cairan amnion dan allantois serta ovarium.
Metode Pemeriksaan kebuntingan pada ternak ada bermacam-macam dan spesifik bagi ternaknya namun ada satu uji yang dapat digunakan oleh ternak secara umum.






















MAKALAH FISIOLOGI TERNAK
PEMERIKSAAN KEBUNTINGAN PADA TERNAK


DAFTAR PUSTAKA

Frandson. 1982. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Terjemahan Srigandowo dan Praseno. Gadjahmada University press. Yogyakarta

Partodihardjo. 1982. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara. Jakarta.

Salisbury. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. Gadjahmada University Press. Yogyakarta.

0 komentar: