genkmotoran

on Senin, 15 Maret 2010

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Sekarang ini di media masa sering mengangkat berita mengenai fenomena merebaknya geng motor dikalangan kawula muda khusus nya anak smp dan sma.di jakara kasus ini merebak setelah adanya kasus penganiayaan terhadap seorang murid anak kelas 1 sma oleh seniornya yang tergabung dalam geng motor dalam sekolah tersebut. Sehingga lima orang seniornya yang melakukan penganiayaan diproses secara hukum. Di Bandung tidak kalah marak pula dengan Jakarta,di bandung beredarnya video rekaman acara perpeloncoan untuk menjadi anggota baru oleh geng motor yang terkenal di Bandung yaitu geng motor Brigez,yang akhirnya sampa ke tangan polisi dan pihak kepolisian langsung memperkarakan para pelaku penganiayaan di video tersebut walaupun kejadian sudah dua atau tiga tahun lalu. Hal ini yang cukup mengejutkan para para geng motor selain melakukan penganiayaan juga melakukan pencurian dan penjarahan pada suatu toserba di Bandung dan terlihat oleh kamera pengawas yang ada di toserba tersebut lalu penjaga toserba langsung melaporkan kepada polisi. Dan sebenranya geng geng motor sudah dari tahun 1980 an sudah ada yang namanya geng motor dan yang melegenda adalah geng motor ‘’M2R’’atau moonraker speedmaniac Nama Moonraker diambil dari salah satu judul film James Bond yang kondang ketika itu. Awalnya mereka mengusung bendera berwarna putih-biru-merah dengan gambar palu arit di tengahnya. Namun, karena pemerintah Indonesia saat itu melarang ideologi tertentu yang identik komunisme (yang bersimbolkan palu arit), mereka lalu mengganti bendera kebanggaannya dengan warna merah-putih- biru, bergambar kelelawar. Gambar ini mereka adopsi dari lambang “Hell Angel sebuah kelompok motor di Amerika Serikat. .moonraker yang masih hidup dan aktif di Bandung.Begitu juga dengan ‘’GBR’’atau grab on road tapi kalau di bandung disebutnya gerombolan barudak riweh artinya gerombolan anak rusuh dan yang marak pula d Bandung Grab on Road (GBR). Yang berbeda, geng ini dilahirkan di lingkungan SMPN 2 Bandung. Mereka tak malu kebut-kebutan, sekalipunbanyak yang belum pegang surat ijin mengemudi. Kelompok ini mengidentifikasi diri dengan segala sesuatu berbau Jerman, yang warna nya sama dengan warna bndera jerman yaitu hitam-merah- kuning (urutan dari atas ke bawah). sedangkan ‘’BRIGEZ’’atau brigade seven Brigez lahir di SMUN 7 Bandung, sesuai dengan namanya Brigade Seven. Sejak masih embrio pada tahun 80-an geng ini merupakan rival terberat XTC. Awal terbentuknya tak lebih dari hanya sekadar kumpul-kumpul biasa. Dulu geng ini hanya beranggotakan tidak lebih dari 50 motor. Kini pengikutnya mencapai ribuan motor dan tersebar di berbagai daerah di Jawa Barat. Sistem pengorganisasiannya tidak jelas. Tidak ada pengurus, hanya ada ketua yang bertugas mengkoordinir saja.Warna bendera negara Irak tanpa huruf Arab di tengahnya, menjadi lambang identitas kelompok ini dengan kelelawar hitam sebagai simbolnya. Nama Brigez acapkali diplesetkan menjadi Brigade setan atau Brigade Senja, karena mereka sering nongkrong. Geng ini yang muncul akibat pecahan dari geng motor lain brigez ini bertendensi pada perbuatan kriminal yang sama halnya dengan geng motor ‘;’XTC’’atau exalt to coitus dengan punya anggota lebih banyak dari Moonraker. Siapa mereka? XTC atau Exalt To Coitus lahir pada tahun 1982 oleh 7 orang pemuda. Mereka membawa bendera berwarna paling atas putih-biru muda-biru Tua. Di tengahnya ada gambar lebah yang melambangkan solidaritas antar anggota. Bila salah satu di antara mereka ada yang diserang, maka yang lainnyaakanmembela.Mereka kini mendirikan Sexy Rod Indonesia, kumpulan gengster XTC se-Indonesia yang berpusat di Bandung, untuk memfasilitasi anggotanya yang sudah melebihi 10.000 orang.. Ke empat geng motor besar itu memiliki anggota lebih dari 1000 orang dan tersebar keseluruh jawa barat seperti tasikmalaya, garut, ciamis, subang, purwakarta, sukabumi, Cirebon, karawang dll.
PERLU dibedakan antara geng motor dengan Club Motor. Geng motor adalah kumpulan orang-orang pecinta motor yang doyan kebut-kebutan, tanpa membedakan jenis motor yang dikendarai. Sedangkan Club Motor biasanya mengusung merek tertentu atau spesifikasi jenis motor tertentu dengan perangkat organisasi formal dan lebih terorganisir, seperti HDC (Harley Davidson Club), Scooter (kelompok pecinta Vespa), kelompok Honda, kelompok Satria, Tiger, Mio, Supra jogja, Ninja. Brotherhood yaitu “hell angels” nya Bandung kelompok pecinta motor besar dan motor tua.
yang tidak melakukan perbuatan kriminal dan terkadang membantu masyarakat Bandung semisal dengan melakukan penggalangan dana untuk korban banjir yang sering terjadi di Bandung atau menggelar konser-konser musik bila ada even tertentu akan tetapi kalau soal aksi jalanan mah sama saja semuanya sama kebanyakan saama-sama merasa jadi raja jalanan , tidak mau didahului, apalagi disalip oleh motor lain.

2. Perumusan Masalah
A. Geng Motor dilihat dari segi sosiologi dan hukum.
B. Solusi meminimalisir geng-geng motor.
























BAB II
PEMBAHASAN

1. Geng Motor dari segi sosiologi dan hukum

Masyarakat dalam bahasa inggris adalah society yang berasal dari kata socius yang artinya kawan, sedangkan kata mastarakat berasal dari bahasa arab yaitu syirk artinya bergaul. Adanya saling bergaul ii tentu ada bentuk-bentuk aturan hidup yang bukan disehbabkan oleh manusia seorang melainkan oleh unsur-unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang merupakan kesatuan. Manusia mulai dari lahir sampai mati sebagai anggota masyarakat, merka sering bergaul dan berinteraksi karena mempunyai nilai dan norma maka dalam pergaulan hidup dalam masyarakat berarti adanya interaksi social dengan orang disekitar dan demikian mengalami pengaruh dan mempengaruhio orang orang.(Wahyu, 1986).
Secara definisi masyarakat adalah the changing pattern of social relationship ,suatu sistem kebiasaan ,adat dan aturan ,sistem kebiasaan dan kerjasama, sistem pengelompokan orang-orang dan golongan-golongannya, system tentang pengawasan perilaku manusia serta kebebasannya.(Radam,1992) menurutnya masyrakat ada bila pilar-pilarnya yang essential pendukung. Keempat pilar yang diperlukan ialah:
1.kelompok sosial (social alignment)
2.kendali sosial (social control)
3.media social (social media)
4.tolak ukur sosial (social standart).
Kelompok sosial dalam masyarakat terdiri dari aneka ragam dari ikatan ynag kutat dan yang lemah dan ada kelompok-kelompok yang permanen berdasarkan pada jenis kelamin usia dan kekerabatan ada pula asosiasi atau perkumpulan orang-orang yang atas dasar tujuan bersama. ,Manusia pada dasarnya dsebagai mahluk social atau zoon politico nada tenden individualis dan tenden social. Bentuk masyarakat berdasrkan pembentukannya:


1.teratur dengan tujuan tertentu
2.teratur dengan sendirinya atau persamaan kepentingan
3.masyarakat tidak teratur
Dari ketiga pembentukan tersebut maka terbentuk masyarakat menurut dasar hubungan: paguyuban (gemeinschaft) dan patembayan (gesselschaft). jadi bila dikaitkan teori tersebut dengan kasus geng motor, geng motor merupakan kelompok sosial yang memiliki dasar tujuan yang sama atau asosiasi yang dapat disebut suatu paguyuban tapi hubungan negatif dengan paguyuban yang tidak teratur dan cendrun melakukan tindakan anarkis. Salahsatu kontributor dari munculnya tindakan anarkis adalah adanya keyakinan/anggapan/perasaan bersama (collective belief). Keyakinan bersama itu bisa berbentuk, katakanlah, siapa yang cenderung dipersepsi sebagai maling (dan olehkarenanya diyakini “pantas” untuk digebuki) ; atau situasi apa yang mengindikasikan adanya kejahatan (yang lalu diyakini pula untuk ditindaklanjuti dengan tindakan untuk, katakanlah, melawan). .
Dalam pendapatnya Radam diatas media-massa dalam hal ini amat efektif menanamkan citra, persepsi, pengetahuan ataupun pengalaman bersama tadi. Maka, sesuatu yang mulanya kasus individual, setelah disebarluaskan oleh media-massa lalu menjadi pengetahuan publik dan siap untuk disimpan dalam memori seseorang. Memori tersebut pada suatu waktu kelak dapat dijadikan referensi oleh yang bersangkutan dalam memilih model perilaku. Adanya keyakinan bersama (collective belief) tentang suatu hal tersebut amat sering dibarengi dengan munculnya geng, simbol, tradisi, grafiti, ungkapan khas dan bahkan mitos serta fabel yang bisa diasosiasikan dengan kekerasan dan konflik.
Pada dasarnya kemunculan hal-hal seperti simbol geng, tradisi dan lain-lain itu mengkonfirmasi bahwa masyarakat setempat mendukung perilaku tertentu, bahkan juga bila diketahui bahwa itu termasuk sebagai perilaku yang menyimpang Adanya dukungan sosial terhadap suatu penyimpangan, secara relatif, memang menambah kompleksitas masalah serta, sekaligus, kualitas penanganannya.
Secara perilaku, dukungan itu bisa juga diartikan sebagai telah munculnya kebiasaan (habit) yang telah mendarah-daging (innate) di kelompok masyarakat itu. Adanya geng-geng motor atau coretan-coretan di gang-gang kampung berbunyi “XTC, BRIGEZ,GBR, M2R”. Maka, terhadap adanya kecenderungan peningkatan anarki di masyarakat, sadarlah kita bahwa kita berkejaran dengan waktu. Pencegahan anarki perlu dilakukan sebelum tindakan itu tumbuh sebagai kebiasaan baru di masyarakat mengingat telah cukup banyaknya kalangan yang merasakan “asyik”-nya merusak, menjarah, membunuh dan lain-lain tanpa dihujat apalagi ditangkap (Adrianus Meliala 2000).
Para pelaku geng motor memang sudah menjadi kebiasaan untuk melanggar hukum memang ada, “Kalau soal membuka jalan dan memukul spion mobil orang, itu biasa dan sering dilakukan pada saat konvoi. Ada juga yang mencuri, tapi uangnya digunakan rame-rame untuk pergi keluar kota atau konvoi, tambahnya.
Setiap geng memang tidak membenarkan tindakan itu, tapi ada tradisi yang tidak tertulis dan dipahami secara kolektif bahwa tindakan itu adalah bagian dari kehidupan jalanan. Apalagi jika yang melakukannya anggota baru yang masih berusia belasan tahun. Mereka “mewajarkannya sebagai salah satu upaya mencari jati diri dengan melanggar kaidah hukum dan sosial missal kaidah hukum-agama-kesusilaan, kaidah hukum-kesopanan, kesopanan-agama-kesusilaan yang bertujuan untuk tertib masyarakat dan penyempurnaan manusia, tetapi realita menggambarkan di dunia kejahatan yang pelakunya anak-anak dan remaja. Kasus geng motor, geng perempuan, menunjukkan kecenderungan pelaku kejahatan mulai melibatkan anak-anak dan remaja. Kondisi seperti ini sangat memprihatinkan dan perlu penyikapan yang bijaksana. Dalam konteks penanganan kejahatan yang dilakukan anak-anak dan remaja masih diperdebatkan apakah sistem peradilan pidana harus dikedepankan atau penyelesaian masalah secara musyawarah (out of court settlement) tanpa bersentuhan dengan sistem peradilan pidana yang lebih dominan walaupun dalam sistem hukum pidana positif kita, penyelesaian perkara pidana tidak mengenal musyawarah.
Betapa rentan dan lemahnya anak-anak atau remaja yang melakukan kejahatan dapat dilihat dari bunyi pasal 45 KUHP. KUHP kita tidak memberi ruang sedikit pun untuk menyelesaikan kejahatan-kejahatan yang dilakukan anak selain melalui sistem peradilan pidana yang sering dikatakan selalu memberikan penderitaan kepada pihak-pihak yang terlibat di dalamnya khususnya pelaku kejahatan baik pelaku dewasa maupun pelaku anak-anak dan remaja.
Peradilan pidana bagi anak-anak pelaku kejahatan mempunyai dua sisi yang berbeda, di satu sisi sebagaimana diakui konvensi anak-anak, bahwa anak-anak perlu perlindungan khusus. Di sisi lain, "penjahat anak-anak" ini berhadapan dengan posisi masyarakat yang merasa terganggu akibat perilaku jahat dari anak-anak dan remaja tersebut. Kemudian juga anak-anak dan remaja ini akan berhadapan dengan aparat penegak hukum yang secara sempit hanya bertugas melaksanakan undang-undang sehingga pelanggaran dan tata cara perlindungan terhadap pelaku anak, rentan terjadi.
Sebetulnya perhatian kita terhadap perlindungan anak-anak dan remaja pelaku kejahatan harus semakin meningkat. Dunia internasional pun sejak 1924 dalam deklarasi hak-hak anak kemudian diperbarui 1948 dalam deklarasi hak asasi manusia dan mencapai puncaknya dalam Deklarasi Hak anak (Declaration on The Rights of Child) 1958 menegaskan karena alasan fisik dan mental serta kematangan anak-anak, maka anak-anak membutuhkan perlindungan serta perawatan khusus termasuk perlindungan hukum.
Manakala anak-anak dan remaja pelaku kejahatan tersebut bersentuhan dengan sistem peradilan pidana, masyarakat meyakini bahwa mereka sedang belajar di akademi penjahat. Hasil yang dikeluarkan oleh sistem peradilan pidana hanya akan menghasilkan penjahat-penjahat baru.
Kegetiran ataupun masalah-masalah yang dihadapi anak delikuen dalam menghadapi sistem peradilan pidana tentu harus ada perhatian dan penyelesaian yang baik, namun kita juga tidak perlu mengabaikan terlaksana hukum dan keadilan, sebab peradilan menunjukkan kepada kita bahwa penyelesaian melalui pengadilan dilakukan secara benar (due process of law) demi kepentingan pelaku anak-anak dan remaja serta masyarakat di lain pihak.
Satu hal penting dalam peradilan anak adalah segala aktivitas harus dilakukan atau didasarkan prinsip demi kesejahteraan anak dan demi kepentingan anak itu sendiri tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat mengingat setiap perkara pidana yang diputus pengadilan tujuannya adalah demi kepentingan publik. Akan tetapi, kepentingan anak tidak boleh dikorbankan demi kepentingan masyarakat
Dalam dunia akademis penanganan delik anak selalu terfokus kepada usaha penal dengan cara menggunakan hukum pidana dan usaha nonpenal yang lebih mengedepankan usaha-usaha di luar penggunaan hukum pidana (preventif). Pendekatannya lebih mengedepankan pendekatan khusus dengan alasan pertama bahwa anak yang melakukan kejahatan jangan dipandang sebagai seorang penjahat, tetapi harus dipandang sebagai anak yang memerlukan kasih sayang. Kedua, kalaupun akan dilakukan pendekatan yuridis hendaknya lebih mengedepankan pendekatan persuasif, edukatif, serta psikologi. Pendekatan penegakan hukum sejauh mungkin dihindari karena akan menjatuhkan mental dan semangat anak tersebut untuk kembali ke jalan yang benar. Ketiga, tata cara peradilan pidana kalaupun akan dilakukan haruslah benar-benar mencerminkan peradilan yang dapat memberikan kasih sayang kepada anak-anak dan remaja tersebut.
Perlindungan hukum terhadap anak-anak dan remaja yang melakukan tindak pidana telah diberikan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak di samping instrumen hukum internasional berupa konvensi-konvensi yang dikeluarkan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa seperti Beijing Rules. akan tetapi, secara subtansi masih terlihat bahwa UU tentang Pengadilan Anak ini masih mengedepankan penggunaan sanksi pidana baik pidana badan maupun pidana lainnya sehingga apa yang diharapkan kepada tindakan persuasif dan edukatif belum terlihat.
Dalam pengadilan anak semestinya dikembangkan konsep-konsep seperti famili model dalam sistem peradilan pidana, pelaku kejahatan apalagi anak-anak diperlakukan sebagai sebuah anggota keluarga yang tersesat dalam mengarungi kehidupan sehingga penyelesaiannya lebih mengedepankan memberikan kesempatan dan membimbing pelaku kejahatan supaya kembali lagi kepada kehidupan yang sejalan dengan norma masyarakat dan norma hukum.
Tidak kalah pentingnya dalam penanganan anak-anak delikuen apabila menggunakan sarana penal melalui sistem peradilan pidana adalah kesempatan menggunakan penasihat hukum atau access to legal council. Di samping hak-hak lain yang harus dibedakan dengan pelaku dewasa. Kesempatan anak-anak pelaku kejahatan menghubungi keluarganya harus dibuka lebar-lebar oleh polisi, jaksa, maupun pengadilan mengingat seluruh subsistem peradilan pidana ini pun mempunyai kewajiban memikirkan nasib anak-anak dan remaja pelaku kejahatan ini baik ketika menjalani hukuman maupun setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan.
Sebetulnya, ruang pengadilan yang ada sekarang ini tidak kondusif bagi peradilan pidana terhadap anak-anak delikuen. Harus diciptakan suasana ruang pengadilan yang betul-betul mencerminkan perlindungan hukum, perlindungan mental, dan suasana kasih sayang terhadap anak-anak dan remaja pelaku kejahatan sehingga kejadian terdakwa yang anak-anak menangis di pengadilan tidak terulang lagi. Pengadilan harus bisa menciptakan atau memutuskan perkara-perkara yang melibatkan anak-anak dan remaja ke arah putusan yang menjadikan pelaku anak itu menjadi baik serta menjamin hak-hak masyarakat tidak terabaikan.(artkel pikiran rakyat)

2. Solusi meminimalisir geng-geng motor
Mengapa ada sebagian kalangan remaja yang mudah terbujuk untuk mengikuti geng motor? Benarkah seluruh fenomena itu sekadar persoalan psikologis, ataukah justru lebih bercorak sosiologis? Apabila problem sosial itu dilihat dari perspektif psikologistis, maka penilaian yang muncul adalah kaum remaja yang menjadi anggota geng motor tersebut sedang melampiaskan hasrat tersembunyinya.
Dalam bahasa psikoanalisis Sigmund Freud (1856-1939), kaum remaja itu lebih mengikuti kekuatan id (dorongan-dorongan agresif) ketimbang superego (hati nurani). Keberadaan ego (keakuan) mereka gagal untuk memediasi agresivitas menjadi aktivitas sosial yang dapat diterima dengan baik dalam kehidupan sosial (sublimasi).
Namun, pendekatan psikologis itu sekadar mampu mengungkap persoalan dalam lingkup individual. Itu berarti nilai-nilai etis yang berdimensi sosial cenderung untuk dihilangkan. Padahal, kehadiran geng motor lebih banyak berkaitan dengan problem sosiologis.
Definisi tentang geng itu sendiri sangat jelas identik dengan kehidupan berkelompok. Hanya saja geng memang memiliki makna yang sedemikian negatif. Geng bukan sekadar kumpulan remaja yang bersifat informal. Geng (gank) adalah sebuah kelompok penjahat yang terorganisasi secara rapi. Dalam konsep yang lebih moderat, geng merupakan sebuah kelompok kaum muda yang pergi secara bersama-sama dan seringkali menyebabkan keributan. Tentunya sangat banyak faktor penyebab remaja terjerumus ke dalam kawanan geng motor. Namun, salah satu penyebab utama mengapa remaja memilih bergabung dengan geng motor adalah kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh terlalu sibuknya kedua orang tua mereka dengan pekerjaan, sehingga perhatian dan kasih sayang kepada anaknya hanya diekspresikan dalam bentuk materi saja. Padahal materi tidak dapat mengganti dahaga mereka akan kasih sayang dan perhatian orang tua.
Pada dasarnya setiap orang menginginkan pengakuan, perhatian, pujian, dan kasih sayang dari lingkungannya, khususnya dari orang tua atau keluarganya, karena secara alamiah orang tua dan keluarga memiliki ikatan emosi yang sangat kuat. Pada saat pengakuan, perhatian, dan kasih sayang tersebut tidak mereka dapatkan di rumah, maka mereka akan mencarinya di tempat lain. Salah satu tempat yang paling mudah mereka temukan untuk mendapatkan pengakuan tersebut adalah di lingkungan teman sebayanya. Sayangnya, kegiatan-kegiatan negatif kerap menjadi pilihan anak-anak broken home tersebut sebagai cara untuk mendapatkan pengakuan eksistensinya. Faktor lain yang juga ikut berperan menjadi alasan mengapa remaja saat ini memilih bergabung dengan geng motor adalah kurangnya sarana atau media bagi mereka untuk mengaktualisasikan dirinya secara positif.
Remaja pada umumnya, lebih suka memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi. Namun, ajang-ajang lomba balap yang legal sangat jarang digelar. Padahal, ajang-ajang seperti ini sangat besar manfaatnya, selain dapat memotivasi untuk berprestasi, juga sebagai ajang aktualisasi diri. Karena sarana aktualisasi diri yang positif ini sulit mereka dapatkan, akhirnya mereka melampiaskannya dengan aksi ugal-ugalan di jalan umum yang berpotensi mencelakakan dirinya danoranglain.SolusiAlternatifKepala Dinas Pendidikan Kota Bandung, Oji Mahroji, menginstruksikan kepada seluruh Kepala Sekolah agar tidak segan-segan menindak siswanya yang terbukti terlibat dalam organisasi geng motor, kalau perlu dikeluarkan dari sekolah, PR senin (23/10). Diharapkanan, tindakan tersebut dapat menekan jumlah anggota geng motor dan aksi brutal mereka. Namun, tindakan tersebut tidak sepenuhnya efektif. Butuh keberanian yang besar dan beresiko tinggi untuk melakukannya. Salah satu solusi yang bisa memperbaiki keadaan mereka secara efektif adalah peran; kepedulian; dan kasih sayang orang tua mereka sendiri.
Solusi ini akan lebih efektif, mengingat penyebab utama mereka memilih geng motor sebagai bagian kehidupannya adalah karena mereka merasa jauh dari kasih sayang orang tua. Dalam menterapi anaknya yang sudah terlanjur terlibat anggota geng motor, orang tua bisa bekerja sama dengan psikolog yang mereka percayai. Sehingga secara pasikologis sedikit demi sedikit anak akan mendapatkan kembali kenyamanan berada dalam kasih sayang orang tua serta PenanamanNilai-nilaiAgamaSebagai upaya preventif terhadap peningkatan jumlah anggota geng motor di kemudian hari, perlu dilakukan penanaman nilai-nilai agama sejak dini. terutama tentang akhlaq (moral dan etika). Dengan begitu anak akan mengetahui mana yang layak dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Sehingga pada saat mereka sudah mulai berinteraksi dengan masyarakat mereka tahu batasan-batasan dan aturan yang harus dipatuhi.(artikel pikiran rakyat) Selain itu bagaimana melakukan pengendalian atau kontrol sosial atas merebaknya geng motor itu? Dalam literatur sosiologi (Paul B Horton dan Chester L Hunt, 1964: 140-146, dan Alex Thio, 1989: 176-182), ada tiga cara yang dapat dikerahkan untuk mengatasi deviasi sosial. Yaitu,
pertama, internalisasi atau penanaman nilai-nilai sosial melalui kelompok informal atau formal. Lembaga-lembaga sosial, seperti keluarga dan sekolah, adalah kekuatan yang dapat membatasi meluasnya geng motor. Mekanisme pengendalian itu lazim disebut sebagai sosialisasi. Dalam proses sosialisasi itu, setiap unit keluarga dan sekolah memiliki tanggung jawab membentuk, menanamkan, dan mengorientasikan harapan-harapan, kebiasaan-kebiasaan, serta tradisi-tradisi yang berisi norma-norma sosial kepada remaja. Bahkan, hal yang harus ditegaskan adalah sosialisasi yang bersifat informal dalam lingkup keluarga jauh lebih efektif. Sebab, dalam domain sosial terkecil itu terdapat jalinan yang akrab antara orang tua dengan remaja.
Kedua, penerapan hukum pidana yang dilakukan secara formal oleh pihak negara. Dalam kaitan itu, aparat penegak hukum, seperti kepolisian, pengadilan, dan lembaga pemenjaraan, digunakan untuk mengatasi geng motor.
Keuntungannya adalah penangkapan dan pemberian hukuman kepada anggota-anggota geng motor yang melakukan tindakan kriminal mampu memberikan efek jera bagi anggota-anggota atau remaja lain.
Kerugiannya, aplikasi hukum pidana membatasi kebebasan pihak lain yang tidak berbuat serupa. Bukankah dalam masyarakat ada kelompok-kelompok pengendara sepeda motor yang memiliki tujuan-tujuan baik, misalnya untuk menyalurkan hobi automotif
Ketiga, dekriminalisasi yang berarti bahwa eksistensi geng-geng motor justru diakui secara hukum oleh negara. Tentu saja, dekriminalisasi bukan bermaksud untuk melegalisasi kejahatan, kekerasan, dan berbagai pelanggaran norma-norma sosial yang dilakukan remaja. Dekriminalisasi memiliki pengertian sebagai "kejahatan yang tidak memiliki korban". Prosedur yang dapat ditempuh adalah pihak pemerintah dan masyarakat membuka berbagai jenis ruang publik yang dapat digunakan kaum remaja untuk mengekspresikan keinginannya, terutama dalam menggunakan kendaraan bermotor. Lapangan terbuka atau arena balap bisa jadi merupakan jalan keluar terbaik.
Kehadiran geng motor merupakan fenomena sosial yang harus direspons secara proporsional. Oleh para sosiolog dan ahli hukum dalam mengatasi merebaknya geng-geng motor di Indonesia.





BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Fenomena kemunculan dan merebaknya geng motor tidak hanya harus dilihat sebagai persoalan ketertiban social dan hukum .Aspek penting lain yang juga layak dikemukakan adalah eksistensi geng motor atau berbagai jenis geng remaja pria tidak terlepas dari internalisasi nilai peran jender yang berlangsung dalam domain keluarga dan sekolah. Jika maskulinitas dianggap sebagai keluhuran yang tidak terbantahkan, maka yang terjadi adalah kehidupan remaja pria memang harus disesuaikan dengan budaya kekerasan. Jalanan. Mengendarai kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi atau berkelahi untuk menunjukkan dominasi sosok lelaki yakni keyakinan fundamental yang tertanam secara mendalam yang mengarahkan gagasan dan tindakan remaja pria dalam jalinan interaksi sosial. Perilaku tidak toleran, kebut-kebutan, atau aksi kekerasan yang selama ini terjadi seperti penganiayaan, pencurian, penjarahan dinilai sebagai cara untuk bagi pria dalam membuktikan kelelakiannya. Walhasil internalisasi nilai-nilai tersebut menjadikan prilaku remaja-remaja cenderung eksplosif bahkan destruktif dan mengganggu ketertiban umum dan melawan hukum bahkan aparatpun dianggap menjadi penghalang bagi geng motor. Kehadiran geng motor yang harus direspons secara proporsional. Oleh para sosiolog dan ahli hukum dalam mengatasi merebaknya geng-geng motor di Indonesia.











DAFTAR PUSTAKA

Wahyu, 1986, Wawasan ilmu Sosial Dasar, Surabaya: Usaha Nasional.
Radam,Nuerid, 1992. Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan.Banjarmasin;Lambung Mangkurat Press.
Anwar,Yesmil dan Adang. 2008 Pengantar Sosiologi Hukum.Jakarta:Grasindo.
Suryadi,Budi.2007.Sosiologi Politik.Jogjakarta;IRCiSoD.
Bandungnews
www.pikiranrakyat.com
www.suaramerdeka.com
www.galamedia.com
Artikel Triyono Lukmantoro
Artikel Adrianus Meilala
Artikel Edi Setiadi
http://mulyanihasan.wordpress.com
Bahan Mata kuliah sosiologi hukum Tedi Sudrajat, S.H.

0 komentar: