sukarno kayanya antek kgb loh? may be yes or no

on Selasa, 02 Desember 2008

Dari laporan SK Sinar Harapan yang dikirimkan Arif Harsana tentang pemutaran film "Shadow
Play" ini, menurut saya, sementara ini tapi, adalah bagus untuk membongkar pemutarbalikan atau pemalsuan sejarah yang dilakukan oleh beberapa fihak selama ini, yaitu antara lain fihak pemerintah
rezim Orde Baru, AS dan Inggeris. Betapa selama ini kita telah diberikan
"knowledge" yang salah, akibatnya kita pun selama ini berada di posisi yang
salah pula. Begitu hebatnya yang berenama "knowledge" itu, bukan?

Karena saya belum menyaksikan film itu, maka timbullah beberapa pertanyaan,
yang mungkin hanya bisa dijawab setelah saya menonton film itu. Sepengetahuan saya di AS saya belum pernah mendengar film ini diputar. Atau pun ada yang menulis tentang film ini. Tentulah, pengetahuan saya ini pun terbatas sekali, artinya janganlah lalu diartikan bahwa apa yang tidak saya ketahui ini, yaitu pemutaran film itu di AS, adalah kenyataan. Bisa jqadi ada pemutaran film itu, tetapi saya tidak tahu. Boleh jadi ada tulisan di media massa tentang pemutaran film itu di AS, tetapi
saya tidak sempat membacanya. (Jadi, tolong dikoreksi, di mana film itu diputar, media mana yang memuat pembahasannya, di AS?)

Jangan lupa, zaman itu adalah zaman Perang Dingin, semua fihak yang bermusuhan ikut bermain aktif: CIA/AS dan kawan-kawannya, KGB/Uni Soviet dkk, termasuk juga RRC meskipun ada konflik ideologis dengan Unie Soviet. Dan tentu saja Bung Karno dan kabinetnya ikut dalam percaturan seputar Perisitwa G30S itu.

Ada tiga hal penting yang tidak saya dapatkan dalam laporan Sinar Harapan kiriman Arif Harsana itu, yakni:
(1) Peranan KGB/Uni Soviet,
(2) Peranan Bung Karno dengan politik Dalam Negeri-nya yang menurut kesaksian saya adalah memberikan sumbangan yang melahirkan konflik besar yang membawa korban besar itu.
(3) Last but not least adalah Peranan RRC.


(1) PERANAN KGB: Jendral Agayants.

Apa yang diungkapkan dalam buku "The Deception Game" oleh Ladislav
Bittman tentang peranan KGB dalam masa Perang Dingin itu, termasuk juga
peranannya di Indonesia, apakah hal ini diungkapkan dalam film "Shadow Play"
itu? Bagian yang berjudul "Indonesian Boomerang" dalam buku itu dengan jelas-jelas
menunjukkan peran langsung KGB di Indonesia, yakni dengan dikirimnya seorang jendral KGB bernama Jenderal Agayants oleh Uni Soviet ke Jakarta untuk melakukan operasinya. Yang dipakai oleh Jenderal Agayants adalah Dinas Rahasia Chekoslowakia, untuk melakukan dis-informasi, yaitu
dengan membuat dokumen palsu yang dikatakan ditulis oleh Dutabesar Inggeris
kepada Dubes AS. Dokumen ini dikirimkan kepada Subandrio secara dan rahasia dan dipercaya oleh Subandrio bahwa itu bukan palsu. Dalam dokumen palsu (kertasnya aseli, tetapi isinya ditulis
oleh KGB) inilah diungkapkan adanya kalangan militer Indonesia ("our local army friends) yang siap
untuk bekerjasama dengan fihak Barat untuk melakukan kup menjatuhkan
Bung Karno. TNI-lah yang dituding oleh Ketua CC PKI DN Aidit dan
Subandrio, yang kemudian kelompok jenderal TNI inilah yang disebut sebagai Dewan
jenderal yang dipimpin oleh Jenderal A. Yani. Bung Karno percaya akan hal ini, maka disusunlah rencana penangkapan (bukan pembunuhan) atas sejumlah jenderal dalam rapat di Tampaksiring (Bali) dipimpin oleh Bung Karno sendiri. Penangkapan itu maksudnya untuk kemudian mengadili jenderal-jenderal itu Halim Perdana Kusumah. Semua jenderal yang dibawa ke Lobang Buaya itu adalah jenderal yang diperkirakan siap melakukan kup seperti yang ditulis dalam dokumen palsu buatan kelompok dis-informasi pimpinan KGB, yaitu Jendral Agayants. Jadi, kalau tidak ada dokumen palsu itu, maka pastilah tidak akan ada rencana penangkapan atas sejumlah jenderal kita itu, yang ternyata bukan hanya ditangkap melainkan dibantai dan jebloskan semuanya ke dalam sebuah lobang sumur tua yang diurug dan ditanami satu pohon pidang di atasnya.

Nyatanya, pembantaian atas jenderal-jenderal di Lobang Buaya itulah yang
menyebabkan peristiwa berdarah di negeri kita itu berawal mula, bukan?Jadi, permainan
dis-informasi KGB yang dilakukan oleh Jenderal Agayant itulah yang mendorong lahirnya Gerakan 30 September itu.

Nah, apakah peranan Uni Soviet dengan menggunakan agen Chekoslowakia ini ada
diungkapkan lewat film "Shadow Play" itu?


(2) PERANAN BUNG KARNO: Jor-joran Manipolis & Politik DN

Bahwa CIA berminat besar untuk menjatuhkan Bung Karno dan rezim Orlanya, itu
tidak perlu diragukan. Bukankah memang dalam kenyataannya Bung Karno
cenderung memihak kepada musuh AS yaitu fihak UniSoviet dan RRC pada masa
Perang Dingin itu berlangsung? Bagi mereka yang hidup dan m,engalami di zaman Orla yang hiruk piruk dengan kata "Revolusi" itu, seperti saya sendiri, memang menyaksikan hal itu benar adanya, bahkan saya yang termasuk berpendapat bahwa Bung Karno memang berada di fihak Uni Soviet dan RRC, bahkan lebih dari itu GNB pun telah digiringnya ke arah posisi itu, artinya GNB telah bergabung dengan kubu Uni Soviet dan RRC.

Maka, persepsi di kalangan yang anti-komunis ketika itu adalah mereka telah melihat Bung Karno sedang membawa Indonesia ke arah kemenangan PKI. Jadi, kalau Bung Karno menekankan agar jangan Komunisto-phobi, dan bersatulah dalam Nasakom, sambil menganjurkan "Jor-joran Manipolis" ketika itu, di mata mereka yang non-Komunis hal itu semua adalah bertujuan untuk menjagokan PKI saja agar bisa menguasai Indonesia. Artinya, kalangan anti-PKI secara diam-diam justeru makin mengeras sikap antinya (baca: phobynya), sehingga persatuan Nasakom itu hanyalah berlangsung di tingkat bibir saja. Dengan kata lain, perpecahan lah yang sebenarnya sedang berlangsung di kalangan rakyat sipil dan juga di kalangan birokrat sipil dan militer serta polisi kita, yakni antara yang pro-PKI dan yang anti-PKI. Konflik ini tampak mencuat ke permukaan di daerah-daerah dalam bentuk bentrokan fisik. Termasuk yang saya saksikan sendiri di Bali. Uniknya yang di Bali bentrok itu bukanlah antara kelompok politik agama (Islam) yang anti-PKI dengan PKI, melainkan antara kelompok PNI dengan PKI. Kelompok politik Islam di Bali boleh dikata tidak ada artinya, karena mayoritas penduduk pulau itu adalah Hindu Bali.

Jadi, politik Dalam Negeri Bung Karno yang berdasarkan Manipfesto Politiknya itu juga berperan besar melahirkan G30S dan juga memberikan sumbangan atas keganasan yang dilakukan rakyat dan militer dalam menumpas PKI yang memakan korban besar terutama di Bali, Jawa Timur dan Jawa tengah itu.

Apakah peranan Bung Karno ini ditampilkan di dalam film "Shadow Play" ini?


(3) PERANAN RRC: Senjata untuk Angkatan Ke-Lima

Kalau mau lengkap lagi, ada satu lagi yang perlu diungkapkan: Peranan RRC! Bukankah RRC telah mengirimkan senjata untuk mempersenjatai "Angkatan Ke-Lima" yang terdiri dari rakyat yang militan revolusioner seperti para anggota Pemuda Rakyat yang menjadi onderbow PKI? Saya tidak cukup punya pengetahuan dalam soal ini. Ada yang punya? Silahkan diungkapkan! Sebab, Peranan RRC ini dalam percaturan politik dalam negeri kita yang berujung dengan G30S dan pembantaian atas anggota PKI di tahun 1965 itu juga ada!

Apakah peranan RRC juga ada diungkapkan dalam film "Shadow Play" itu?

Jadi, kalau Peranan KGB, Peranan Bung Karno dan Peranan RRC ini tidak ada di dalam film "Shadow Play" itu, maka itu berarti film tersebut baru mengungkapkan seperempat kenyataan saja, sedangkan yang tigaperempatnya lagi belum lagi. Maka saya punh teringat kepada sebuah kata-kata mutiara yang kira-kira berbunyi: "Setengah kebenaran jauh lebih buruk dari kebohongan!" Jadi, nilanya akan sama dengan propaganda sefihak, seperti yang dilakukan oleh pemerintah IOrde Baru, AS dan Inggeris jugalah --- tak ada bedanya!

Tapi, mudah-mudahan ketiga hal penting yang saya ungkapkan di atas ada di dalam film "Shadow Play" itu. Kalau benar ada, maka sempurnalah film ini menyampaikan kebenaran 100% dan bukan hanya 25% saja, bukan?

Marilah kita saksikan, apakah kita menonton 25% kenyataan atau 100% kenyataan!


Ikra
===

----- Original Message -----
From:
To: Forum Indonesia ;

Cc: Gogol ; ;

Sent: Thursday, October 02, 2003 7:09 AM
Subject: [LISI] Kisah Lain ttg. Gestapu

http://www.sinarharapan.co.id/berita/0310/01/sh05.html

Kisah Lain di Balik Tragedi Gestapu

JAKARTA - "Tidak, tidak ada satu pun yang senang mendengar laporan saya,"
ujar Dr Arif Budiarto. Nada bicaranya begitu enteng tapi terkesan agak
sinis, seolah sedang mengejek lawan bicaranya. Gurat kekecewaan, jelas
terpancar di wajahnya. Karena memang, menurut dokter forensik ini, semua
fakta hasil temuannya dibuat terbalik.
Di dalam isi laporannya, pemotongan alat vital dan pencungkilan bola mata
ketujuh Jenderal Angkatan Darat pada peristiwa Gerakan 30 September (G-30-S)
1965 itu tidak ada sama sekali. G-30-S sering juga disingkat Gestapu. Sangat
jauh berbeda dengan yang dilansir, baik oleh semua surat kabar yang beredar
di tahun 1965, maupun di dalam berpuluh-puluh edisi buku sejarah kebangsaan
RI seputar drama keji Gestapu yang kita pelajari bertahun-tahun. Termasuk,
oleh film "Pengkhianatan G 30 S/PKI" keluaran Pusat Produksi Film Negara
(PPFN) yang disulap menjadi "alat propaganda" pemerintahan Orde Baru dalam
merangkai sejarah bangsa ini.
Petikan wawancara dengan Dr Arif Budianto itu sendiri merupakan secuplik
adegan di film Shadow Play. Tak lain, film dokumenter produksi Hilton
Cordel/Vagabons Film 2001 yang menuturkan kisah lain seputar tragedi Gestapu
1965. Dan bukan tidak mungkin, satu dari sekian banyak cuplikannya, entah
peristiwa, keterangan, atau pun wawancara dengan saksi hidup lainnya di film
ini, bisa "berbicara banyak" dalam menyingkap tabir sesungguhnya di balik
peristiwa Gestapu tersebut.

Mencoba Objektif
Berdurasi sekitar 76 menit, Shadow Play mencoba untuk lebih objektif
mengemukakan peristiwa tahun 1965, baik dari perspektif sejarah maupun para
korban pasca peristiwa Gestapu itu. Cerita dimulai dari penggambaran masa
perang dingin antara blok Barat dan blok Timur yang memuncak di pertengahan
tahun 1960-an. Sayangnya, dan tentu saja, kebijakan Non Blok yang diterapkan
presiden Soekarno-yang saat itu sedang menjalin hubungan baik dengan Moskow
dan Peking, malah membuat Amerika dan sekutunya di blok Barat memberikan
penilaian, bahwa Indonesia terlalu "dekat" dengan pihak musuh, yakni blok
Timur. Dus, tak bisa tidak, pemerintahan Soekarno dianggap membahayakan, dan
harus segera dijatuhkan.
Sebetulnya, penilaian barat, terutama Amerika Serikat, itulah yang bisa
diangkat sebagai titik tolak terjadinya peristiwa Gestapu. Karena, betapa
Shadow Play ini lugas berkisah soal keterlibatan Amerika Serikat dan
Inggris, atau lebih tepatnya melalui Central Inteligent of America (CIA) itu
di dalam kancah politik saat itu. Menyusul peristiwa pembunuhan
jenderal-jenderal senior di TNI Angkatan Darat pada 30 September 1965.
Kiranya, tak hanya itu saja bahasan penting yang menjadi benang merah untuk
dicermati seputar tragedi terbesar dunia politik dan sejarah Indonesia itu.
Karena, kekejaman kemanusiaan sesungguhnya yang terjadi pada pasca peristiwa
itulah yang dikuatkan di film ini. Yakni, bagaimana jutaan orang-orang PKI
dan rakyat yang tak terbukti anggota PKI pun diasingkan, atau dibunuh dan
dikubur layaknya binatang. Jawa Tengah yang disebut-sebut sebagai basis PKI,
Bali, Jawa Timur dan daerah-daerah lainnya seakan berubah menjadi kuburan
massal massa PKI dan rakyat tak berdosa. Sarwo Edhi Wibowo, yang kala itu
sebagai perwira paling aktif memimpin penangkapan, menyatakan ada sekitar
tiga juta rakyat telah dibunuh.
Lalu, bagaimana keterikatan kalangan pers sendiri dalam menyingkapi detik
per detik peristiwa ini? Bisa disimak, baik pers asing yang ada di tanah
itu, maupun pers kita sendiri saat itu menjadi silap mata, hingga
menyembunyikan tragedi ini sedemikian rupa. Untuk hal satu ini, Shadow Play
menampilkan wawancara dengan beberapa nara sumber dari BBC dan radio
Australia, dan bahkan pemimpin propaganda dari Inggris yang telak-telak
berbincang ihwal pemutarbalikan fakta yang terjadi saat itu.

Ditayangkan Terbatas
Konon, film arahan sutradara Chris Hilton yang diproduseri oleh Walter
Slamer dan seorang pria Indonesia, Lexy Rambadeta, ini sudah ditayangkan di
Eropa, Amerika Serikat, dan Australia sejak 2001 hingga saat ini.

Di Indonesia sendiri Shadow Play baru akan diputar pada awal Oktober ini,
(6-7 Oktober) di Goethehaus, Menteng, Jakarta Pusat. Namun, penayangannya
masih terfokus untuk kalangan pelajar SMU dan anak-anak muda Jakarta.
Rencananya, Off Stream Productions sebagai pemegang hak edarnya di
Indonesia, baru akan menayangkannya daerah-daerah sekitar bulan Desember.
Cukup fenomenal, tentu saja. Tapi amat disayangkan, belum terlihat
tanda-tanda film ini akan ditayangkan secara utuh di televisi kita. Utuh,
seperti film "Pengkhianatan G 30 S/PKI yang setiap tanggal 30 Sepetember
selalu muncul di layar kaca itu. Nah, akankah Shadow Play ini bisa
"membungkam" sejarah 1965 seperti di film keluaran Pusat Produksi Film
Negara (PPFN) itu, yang bias tetapi nyata-nyata ada selama puluhan tahun?

0 komentar: