EKONOMI KERAKYATAN

on Rabu, 14 Januari 2009

EKONOMI KERAKYATAN SEBAGAI PERWUJUDAN SISTEM EKONOMI PANCASILA INDONESIA
By Aing urang banjaran kabupaten Bandung.nyaho teu sia?

BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Seluruh dunia pastinya tahu siapakah Indonesia itu. Negara yang penuh dengan kebhinekaan yang kaya akan sumber daya, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Populernya Indonesia juga bukan hanya dari segi kekayaannya, dari sejarah Indonesia merupakan negara yang sangat puas dengan namanya penjajahan. Hampir emapat ratus tahun lamanya negara ini dijajah oleh Belanda ( 350 tahun ) dan Jepang ( 3,5 tahun).
Selama periodesasi penjajahan tersebut kehancuran di segala bidang sudah pasti menjadi sebuah takdir, termasuk di bidang ekonomi. Pierre Van der Eng, seorang sejarawan Belanda menulis tentang strata ekonomi penduduk di jaman penjajahan. Pada tahun 1930, dua tahun setelah Sumpah Pemuda, 51,1 juta penduduk pribumi (Indonesia) yang merupakan 97,4% dari seluruh penduduk yang berjumlah 60,7 juta hanya menerima 3,6 juta gulden (0,54%) dari pendapatan “nasional” Hindia Belanda, penduduk Asia lain yang berjumlah 1,3 juta (2,2%) menerima 0,4 juta gulden (0,06%) sedangkan 241.000 orang Eropa (kebanyakan Belanda) menerima 665 juta gulden (99,4%). Sangat “njomplangnya” pembagian pendapatan nasional inilah yang sulit diterima para pejuang perintis kemerdekaan Indonesia yang bersumpah tahun 1928 di Jakarta. Kemerdekaan, betapapun sangat “mahal” harganya, harus dicapai karena akan membuka jalan ke arah perbaikan nasib rakyat dan bangsa Indonesia. ( Mubyanto, google.com)
Kini setelah Indonesia merdeka 63 tahun, ketimpangan ekonomi tidak separah ketika zaman penjajahan, tetapi konglomerasi (1987-1994) yang menciptakan ketimpangan ekonomi luar biasa, sungguh-sungguh merupakan “bom waktu” yang kemudian meledak sebagai krismon 1997. Dalam 26 tahun (1971-1997) rasio pendapatan penduduk daerah terkaya dan daerah termiskin meningkat dari 5,1 (1971) menjadi 6,8 (1983) dan 9,8 (1997), dan Gini Rasio meningkat berturut-turut dari 0,18 menjadi 0,21 dan 0,24. ( Mubyanto, gooogle.com). Kini dimasa reformasi keadaan ekonomi Indonesia juga belum sepenuhnya pulih. Masih banyak jutaan nyawa hidup dengan pendapatan kurang dari $2 dollar sehari, angka pengangguran juga masih cukup tinggi. Hal ini semakin membuktikan bahwa kondisi ekonomi bangsa ini belum mampu menyentuh keseluruh rakyatnya. Butuh sebuah upaya yang sangat serius dan cermat dari pemerintah sebagai pengatur dan regulator segala aktivitas dan kebijakan pemerintah.
Pancasila dari awal kemerdekaan hingga kini sudah menjadi sebuah pedoman dalam sendi-sendi kehidupan bangsa. Mulai dari bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya sampai dengan pertahanan keamanan ( IPOLEKSOSBUDHANKAM) menggunakan pancasila sebagai landasan dasarnya. Sistem perekonomian yang didasarkan pada pancasila menitikberatkan pada kesejahteraan rakyat, artinya dengan sistem tersebut rakyatlah yang harus menjadi prioritas utama. Sistem perekonomian pancasila merupakan sistem ekonomi yang berbasis kerakyatan, dengan prinsip ini maka segala aktivitas di dalamnya dilaksanakan berdasar karakterisitik kerakyatan. Prinsip kesejahteraaan, kebersamaan, kegotongroyongan, kemerataan dan keadilan adalah sangat dijunjung tinggi. Dengan prinsip ini maka keterlibatan rakyat dalam menjalankan roda perekonomian sangat penting. Rakyatlah yang akan menjadi tumpuan dalam pembangunan perekonomian menuju yang lebih baik.

II. Rumusan Masalah
Sistem perekonomian yang kita anut yaitu sebagai sistem perekonomian yang berlandaskan pancasila dari dulu hingga kini diyakini sebagai sebuah sistem yang ideal yang dapat mengakomodir semua kepentingan elemen bangsa yang begitu beraneka ragam. Sistem ekonomi pancasila yang mengedepankan kepentingan rakyat di atas kepentingan lainnya seyogyanya mampu meningkatkan kesejahteraan seluruh penghuni bangsa. Tapi hal ini mungkin masih sebatas wacana dan harapan, faktanya masih banyak rakyat bangsa ini yang harus bersusah payah hanya untuk sekedar mengisi perut. Inilah yang menjadi sebuah tanda tanya besar, sebenarnya apakah yang menyebabkan ini semua bisa terjadi? Apakah karena kesalahan dalam mengadopsi sebuah sistem perekonomian? Kesalahan dalam mengaplikasikan konsep yang ada? Kesalahan dalam mencermati dan memahami sistem yang dianut? Atau karena kesalahan akibat keserakahan para pejabatnya? Serta bagaimanakah sebenarnya sistem perekonomian pancasila itu?
BAB II
PEMBAHASAN
Sebagai sebuah sistem perekonomian yang dianut, mestinya sistem perekonomian pancasila menjadi landasan dalam menjalankan roda perekonomian negara. Sistem perekonomian pancasila yang mengedepankan pada nilai-nilai kebersamaan, kekeluargaan, kesejahteraan dan saling menguntungkan tanpa ada unsur untuk saling menjatuhkan merupakan sebuah sistem yang ideal untuk diadopsi bangsa Indonesia yang kaya akan keanekaragaman. Tidak bisa dibayangkan apa jadinya apabila negara ini menganut sebuah sistem perekonomian semisal liberal, kapitalis dan sistem-sistem asing lainnya. Sistem-sitem tersebut sangat tidak sesuai dengan bangsa ini, sangat bertolak belakang dengan kepribadian dan jati diri bangsa dan rakyat Indonesia. Lihat saja seandainya sistem liberal dan kapitalis dianut maka yang terjadi akan berlaku sistem animal dan kanibalisme. Yang mampu dan memiliki kekuatan serta kapital akan semakin eksis sedangkan yang lemah yaitu rakyat jelata akan menjadi korban dan penonton yang selalu berteriak kesakitan.
Sistem perekonomian Pancasila sendiri sudah dianut bangsa Indonesia sejak awal kemerdekaan hingga saat ini. Akan tetapi yang menjadi sebuah kemirisan dan menghawatirkan adalah bahwa sistem tersebut ditempatkan hanya sebagai sebuah wacana atau konsep belaka. Seiring perkembangan zaman secara evolusi maupun revolusi bangsa ini perlahan telah menerapkan sistem ekonomi yang lain dalam menjalankan roda perekonomiannya, yaitu terutama sistem kapitalis. Pemerintah lewat kebijakannya sangat mendewakan sistem ini. Lihat saja sudah banyak aset negara ( BUMN) yang harus rela menjadi korban jual beli kepada kapitalis hanya sekedar untuk mendapatkan dana segar sesaat. Padahal jika dilihat lagi dalm UUD 1945 sangat jelas tertulis pada pasal 33 bahwa “bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya yang menyangkut hajat hidup orang banyak dikuasai sepenuhnya oleh negara untuk dikelola demi kesejahteraan rakyat”. Bahkan dalam pasal 33 ada penjelasan yang cukup rinci mengenai apa yang dikehendaki oleh Undang-undang Dasar, mengenai bagaimana ekonomi kita harus dikelola dan dikembangkan. Lantas mengapa kekayaan alam tersebut rela dijual? Hal inilah yang telah menunjukkan bahwa bagaiman sistem ekonomi yang kita jalankan sudah keblinger, melenceng dan melanggar dari amanat UUD 1945. Secara paradigma atau tertulis kita memang menganut sistem ekonomi pancasila tapi kenyataannya di dalam implementasinya kita tidak dan yang ada mengadopsi sistem lain yang sangat bertentangan dengan kepribadian bangsa.
Tentu saat ini yang menjadi tanya besar, mengapa atau ada apa sebenarnya Indonesia meninggalkan sistem perekonomian yang dianutnya ? Sepertinya masih banyak penghuni negara ini belum mengerti dan meyakini bahwa sistem ekonomi pancasila adalah yang terbaik untuk bangsa Indonesia. Hal inilah yang harus segera diluruskan.
Ekonomi Pancasila, dengan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, menghormati martabat kemanusiaan serta hak dan kewajiban asasi manusia dalam kehidupan ekonomi. Dalam ekonomi Pancasila dengan demikian tidak dikenal “economic animal”, yang satu memangsa yang lain. Ekonomi Pancasila berakar di bumi Indonesia. Meskipun ekonomi dunia sudah menyatu, pasar sudah menjadi global, namun selama masih ada bangsa dan negara Indonesia, maka ekonomi Indonesia tetap diabdikan bagi kesejahteraan dan kemajuan bangsa Indonesia. Sila Persatuan Indonesia, mengamanatkan kesatuan ekonomi sebagai penjabaran wawasan nusantara di bidang ekonomi. Globalisasi kegiatan ekonomi tidak menyebabkan internasionalisasi kepentingan ekonomi. Kepentingan ekonomi kita tetap diabdikan untuk kepentingan bangsa Indonesia. Ekonomi Pancasila dengan demikian berwawasan kebangsaan dan tetap membutuhkan sikap patriotik dari para pelakunya meskipun kegiatannya sudah mengglobal. Sila keempat dalam Pancasila menunjukkan pandangan bangsa Indonesia mengenai kedaulatan rakyat dan bagaimana demokrasi dijalankan di Indonesia. Di bidang ekonomi, Ekonomi Pancasila dikelola dalam sebuah sistem demokratis yang dalam Undang-undang Dasar secara eksplisit disebut demokrasi ekonomi. Nilai-nilai dasar sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, menunjukkan betapa seluruh upaya pembangunan kita, seluruh upaya untuk mengembangkan pertumbuhan ekonomi dikaitkan dengan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya kemakmuran yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam sistem ekonomi yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. (Ginandjar Kartasasmita/www.ginandjar.com)
Prof. Mubyarto mengatakan bahwa Ekonomi Pancasila bukan merupakan suatu impian maupun wacana belaka, tetapi benar-benar merupakan kebutuhan yang mendesak untuk “menyelamatkan” perekonomian Bangsa Indonesia. Krisis ekonomi yang telah melanda bangsa ini selama lebih dari 5 tahun belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir, karena para ekonom kita tidak mampu memberikan pemecahan-pemecahan konkrit. Mereka menggunakan teori-teori ekonomi liberal secara berlebihan yang tidak sesuai dengan kondisi dan karakteristik perekonomian bangsa sendiri. Padahal di negara-negara barat sendiri, ekonomi liberal semakin banyak digugat oleh tokoh-tokoh ekonomi dunia. Para ekonom “arus utama” dan pemerintah secara “membabibuta” terus melakukan privatisasi berbagai BUMN, memanjakan para konglomerat dan eks konglomerat, dan investor asing Para ekonom seringkali melihat perekonomian Indonesia hanya dari sudut pandang makro dengan menggunakan perhitungan model matematika agar terlihat lebih canggih (sophisticated). Kekeliruan-kekeliruan tersebut terjadi karena mereka sebenarnya “tidak tahu” dan “tidak mau tahu” karakteristik khas kehidupan ekonomi Indonesia. Jelaslah mengapa “keterpurukan” Bangsa Indonesia terus berlanjut dan hanya berputar-putar dalam lingkaran yang sama. Drs. Dumairy, MA mengemukakan bahwa dampak terburuk dari masalah ekonomi yang berkepanjangan ini adalah rakyat kebanyakan yang harus menanggung akibat dari “dosa-dosa” ini dan mengakibatkan timbulnya rasa saling tidak percaya (distrust) antar elemen-elemen bangsa yang semakin meluas sehingga menghambat perbaikan kehidupan bangsa dalam berbagai segi serta menghambat kemajuan bangsa secara keseluruhan
Prof. Mubyarto dan Prof. Sri-Edi Swasono menegaskan bahwa yang diperlukan saat ini adalah kehidupan ekonomi yang digerakkan oleh seluruh lapisan masyarakat, yang mencerminkan karakter Bangsa Indonesia, yaitu Ekonomi Pancasila yaitu ekonomi pasar yang mengacu pada ideologi Pancasila. Didalam sistem ekonomi Pancasila, manusia Indonesia merupakan homo socius, homo ethicus, sekaligus homo economicus. Jika dilihat dari sudut pandang mikro, perekonomian Indonesia memiliki nilai moral dan etika luhur yang dapat membentengi manusia dari nafsu serakah (greedy). Namun yang banyak terjadi adalah bahwa moral dan etika tersebut telah pudar dalam kehidupan perekonomian Indonesia dimana pasar lebih mengagungkan kompetisi (winner vs loser) dan semangat keserakahan individualisme dan bukan ekonomi kekeluargaan yang kooperatif (win-win). Yang lebih menyedihkan lagi adalah yang kalah dalam pasar lebih banyak dan hanya sebagai penonton setia dari perilaku pemenang. Keprihatinan juga mencuat karena sistem kompetisi inilah yang selalu ditekankan dan diajarkan disekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Mengapa Ekonomi Pancasila? Karena sistem ekonomi ini menjamin tatanan ekonomi yang dapat memperkecil kesenjangan (gap) yang sangat lebar di dalam masyarakat Indonesia. Contoh nyata dari penerapan Ekonomi Pancasila sebenarnya sudah lama ada dan masih bias ditemukan, yaitu kehidupan di pedesaan yang kooperatif berdasarkan asas kekeluargaan. Mengingat pentingnya kembali kepada karakteristik bangsa untuk memulihkan kembali perekonomian Indonesia dan menjawab pertanyaan dari seorang mahasiswa Fakultas Hukum UGM, Prof. Mubyarto menjelaskan bahwa Ekonomi Pancasila perlu dikaji secara induktif-empirik dan deduktif-logis sebagai satu kesatuan yang menyeluruh (holistik). Tujuannya adalah agar sistem Ekonomi Pancasila tidak hanya sebagai teori dan konsep dalam buku teks saja tetapi juga berapa penerapan yang relevan dengan realita kehidupan ekonomi Bangsa Indonesia.
Bangsa ini memang terlalu lemah dan inkonsisten. Terlalu mudah untuk berpaling, terlalu mudah untuk di intervensi, terlalu mudah untuk di “drive” dan tidak punya pendirian. Jika dilihat secara kekayaan alam sungguh luar biasa, semua ada di sini. Seandainya jika mau menutup diri dan tidak mau berinterkasi dengan negara lain (ekstrim) dengan keyakinan tinggi negara ini pasti mampu bertahan. Sekaranglah saatnya bangsa ini untuk kembali ke fitrahnya. Sistem ekonomi pancasila harus segera ditegakkan dan dilaksanakan. Sebab, dengan sistem tersebutlah segala kepentingan perbedaan yang begitu beragam dinegara ini dapat diakomodir.

.
BAB III
KESIMPULAN
Realita sebagai sebuah negara yang kaya merupakan suatu anugerah dan berkah yang tidak terkira besarnya yang diberikan oleh Tuhan kepada bangsa Indonesia. Baik kekayaan alam, budaya, karakteristik masyarakatnya semua begitu lengkap. Sejatinya keunggulan komparatif ini akan menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar dan disegani.
Dengan segala kekayaan dan keanekaragaman yang dimiliki sejatinya diperlukan sebuah sistem dan regulasi disegala sektor dan bidang yang tepat. Sistem tersebut harus sesuai dengan kepribadian serta karakteristik bangsa. Sistem perekonomian yang berlandaskan pancasila yang mengedepankan nilai-nilai kebersamaan, kekeluargaan, kesejahteraan, kesamarataan dan kemakmuran merupakan sebuah sistem yang sesuai dengan kepribadian bangsa. Dengan sistem ini segala keanekaragaman dan perbedaan yang ada diyakini dapat disatukan untuk dijadikan sebagai basis keunggulan bangsa. Tapi nyatanya dengan usia kemerdekaan yang telah mencapai hampir 63 tahun kita seakan lupa dengan ciri khas sistem ekonomi kita sendiri, justru yang ada kita mengadopsi sistem asing yang jelas-jelas bertentangan dengan karakteristik dan kepribadian bangsa. Inilah yang harus segera disadari oleh seluruh elemen bangsa. Sudah saatnya raksasa bangun dari tidurnya.
DAFTAR PUSTAKA
Pramono, Edi dkk. 2005. Pendidikan Kewarganegaraan. Universitas Jenderal Soedirman., Purwokerto.
www.google.com
www.ginandjar.com

0 komentar: