SOSIOLOGI PEDESAAN

on Rabu, 14 Januari 2009

TUGAS TERSTRUKTUR
SOSIOLOGI PEDESAAN

“Struktur Sosial Masyarakat Desa”

By Aing urang banjaran kabupaten Bandung.nyaho teu sia?

PENDAHULUAN

Sebelum membahas mengenai struktur sosial masyarakat desa, perlu dibahas terlebih dahulu definisinya. Merton (1964) menyatakan bahwa ciri dasar dari suatu struktur sosial adalah status yang tidak hanya melibatkan satu peran, melainkan sejumlah peran yang saling terkait. Merton memperkenalkan konsep perangkat peran (role set).
Social inequality merupakan konsep dasar yang menyusun pembagian suatu struktur sosial menjadi beberapa bagian atau lapisan yang saling berkait. Konsep ini memberikan gambaran bahwa dalam suatu struktur sosial ada ketidaksamaan posisi sosial antar individu di dalamnya. Terdapat tiga dimensi dimana suatu masyarakat terbagi dalam suatu susunan atau stratifikasi, yaitu kelas, status dan kekuasaan. Konsep kelas, status dan kekuasaan merupakan pandangan yang disampaikan oleh Max Weber (Beteille, 1970).
Kelas dalam pandangan Weber merupakan sekelompok orang yang menempati kedudukan yang sama dalam proses produksi, distribusi maupun perdagangan. Pandangan Weber melengkapi pandangan Marx yang menyatakan kelas hanya didasarkan pada penguasaan modal, namun juga meliputi kesempatan dalam meraih keuntungan dalam pasar komoditas dan tenaga kerja. Keduanya menyatakan kelas sebagai kedudukan seseorang dalam hierarkhi ekonomi. Sedangkan status oleh Weber lebih ditekankan pada gaya hidup atau pola konsumsi. Namun demikian status juga dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti ras, usia dan agama (Beteille, 1970).
Dalam struktur masyarakat desa terdapat aspek yang perlu diperhatikan yaitu aspek ekonomi, social dan politik. Dari aspek ekonomi dan sosial terdapat kelompok sosial yang memiliki perbedaan mendasar. Perbedaan tersebut terdapat pada akses terhadap faktor produksi utama dalam pertanian, yaitu tanah. Kelompok sosial yang terbentuk di desa adalah kelompok buruh tani dan kelompok petani bebas. Selain akses terhadap tanah terdapat pula prinsip peran yang membagi masyarakat desa menjadi dua kelompok sosial tersebut. Prinsip tersebut adalah salah satu kelompok memiliki peran sebagai “pengabdi” sedangkan kelompok lainnya sebagai “penguasa”.
Perbedaan akses serta prinsip peran kelompok sosial yang ada di desa membawa berbagai implikasi dalam kehidupan sosial. Kedua kelompok sosial yang hidup bersama dalam satu tatanan masyarakat saling berinteraksi satu sama lain. Perbedaan satus sosial antara dua kelompok sosial tersebut membawa dampak pada peran masing-masing kelompok dalam kehidupan sosial dan ekonomi.
Dari aspek politik yaitu menyangkut kelembagaan desa. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Desa, disebut bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Desa bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan merupakan bagian dari perangkat daerah kabupaten/kota, dan desa bukan merupakan bagian dari perangkat daerah. Berbeda dengan kelurahan, Desa memiliki hak mengatur wilayahnya lebih luas. Namun dalam perkembangannya, sebuah desa dapat ditingkatkan statusnya menjadi kelurahan. Desa memiliki pemerintahan sendiri. Pemerintahan Desa terdiri atas Pemerintah Desa (yang meliputi Kepala Desa dan Perangkat Desa) dan Badan Permusyawarahan desa (BPD) dan masih ada lembaga-lembaga dibawahnya.














ISI
Berdasarkan aspek ekonomi dan sosial. Struktur sosial masyarakat desa pada masa lalu terbagi berdasarkan luas kepemilikan lahan menjadi dua golongan besar yaitu buruh tani dan pemilik tanah. Buruh tani mempunyai kedudukan sosial yang paling bawah dengan aktivitas ekonomi yang terbatas pada pengerahan tenaga buruh upahan kepada kaum pemilik tanah. Beberapa diantaranya mencoba untuk melakukan kegiatan ekonomi lainnya namun masih terbatas pada jenis perdagangan kecil. Berbeda dengan kaum tuan tanah yang mempunyai kegiatan ekonomi lebih bervariatif dan skala yang jauh lebih besar.
Perbedaan akses serta prinsip peran kelompok sosial yang ada di desa membawa berbagai implikasi dalam kehidupan sosial. Kedua kelompok sosial yang hidup bersama dalam satu tatanan masyarakat saling berinteraksi satu sama lain. Perbedaan satus sosial antara dua kelompok sosial tersebut membawa dampak pada peran masing-masing kelompok dalam kehidupan sosial dan ekonomi adalah sebagai berikut
1. Buruh Tani
Buruh tani memperoleh penghasilan dari upah bekerja pada tanah pertanian milik orang lain atau petani penyewa tanah. Sebagian besar buruh tani bekerja lepas dengan upah harian, hanya sebagian kecil yang bekerja untuk jangka satu tahun atau lebih. Selain dari upah sebagai pekerja, buruh tani juga melakukan kegiatan dagang kecil-kecilan. Ada juga diantaranya yang menanami lahan hutan dengan perjanjian tertentu.
Secara stratifikasi sosial buruh tani menempati posisi paling bawah pada lapisan masyarakat dsa. Secara ekonomi mereka sangat terbatas sehingga buruh tani sering malkukan kegiatan migrasi dari desa ke desa lain. Tujuan utama mereka dalam bermigrasi adalah mencari upah paling baik. Kiatan ekonomi buruh tani berkisar pada pekerjaan pertanian yang mereka lakukan untuk tuan tanah besar dengan upah harian. Selepas masa panen, buruh tani dibebaskan untuk menanami tanah pertanian tersebut dengan sistem bagi hasil (maro). Sewaktu senggang ketika mereka tidak dipekerjakan sebagai buruh, mereka melakukan usaha perdagangan kecil-kecilan dengan keuntungan yang kecil.
Keberadaan buruh tani dapat diidentifikasi dari jumlah penduduk yang tidak memiliki tanah pertanian. Keterbatasan informasi menyebabkan kepemilikan tanah dijadikan sebagai dasar penentuan status sebagai buruh tani. Namun perlu ditekankan bahwa ciri terpenting dari buruh tani bukan pada kepemilikan tanah tetapi pada sikapnya yang menyerahkan diri kepada orang lain, dalam hal ini pemilik tanah.
Kompensasi yang diberikan bagi buruh tani yang tinggal diatas tanah milik orang lain bukan berupa uang, namun berupa peran dirinya sebagai “abdi”. Buruh tani dibedakan menjadi dua subkelompok. Subkelompok pertama adalah mereka yang sama sekali tidak memiliki tanah pertanian atau hanya memiliki tanah pekarangan saja, untuk selanjutnya disebut buruh tani. Sedangkan subkelompok kedua adalah mereka yang memiliki tanah pertanian dengan luasan yang sempit yakni kurang dari 2,5 acre. Subkelompok ini disebut dengan petani tidak tetap (part time farmers).

2. Petani Bebas
Petani bebas dibedakan menjadi sua subkelompok yaitu petani bebas kecil dan tuan tanah besar. Dasar pembagian kelompok petani bebas ini adalah luas kepemilikan tanah. Mereka yang memiliki tanah antara 2,5 hingga 12 acre digolongkan dalam petani bebas kecil. Sedangkan mereka yang memiliki tanah lebih dari 12 acre termasuk dalam tuan tanah besar.
Secara ekonomi kelompok petani bebas kecil tidak melakukan pekerjaan untuk mencari upah, sebaliknya mereka mempekerjakan buruh tani. Biasanya petani bebas kecil juga turut bekerja bersama-sama dengan buruh tani sekaligus mengawasi pekerjaan mereka. Selain mengerjakan tanah pertanian miliki mereka sendiri, terkadang mereka juga mengerjakan tanah pertanian milik tuan tanah besar dengan cara bagi hasil. Jenis tanah yang mereka kerjakan adalah tanah sawah, berbeda dengan buruh tani yang mengerjakan tanah tegalan.
Akses petani bebas kecil terhadap sarana produksi sangat terbatas. Mereka membeli dengan harga tinggi dari tuan tanah besar. Tuan tanah besar sendiri mendapatkan sarana produksi dari agen yang berada di Lembang atau Bandung. Petani tidak bebas jarang atau bahkan tidak pernah menggunakan bibit kentang impor, mereka mendapatkan bibit dari hasil panen kentang tuan tanah besar. Hubungan keluarga antara petani bebas kecil dan tuan tanah besar sedikit membantu dalam akses terhadap sarana produksi. Pengetahuan mereka berkembang dan cenderung berusaha meniru praktik pertanian yang diterapkan oleh tuan tanah besar, yang tentunya sesuai dengan batas kemampuan keuangan mereka.
Perdagangan yang mereka lakukan selalu berbasis pada komoditas pertanian, mereka menjual sendiri hasil panen. Suatu hal yang berbeda dengan kegiatan perdagangan buruh tani yang menjual untuk memperoleh komisi atau pembayaran setelah barang yang mereka jual laku.
Kedudukan sosial antara tuan tanah besar dan petani bebas kecil hanya terdapat sedikit perbedaan. Petani bebas kecil merupakan cerminan sejumlah kecil masyarakat desa yang berhasil membebaskan diri dan meraih kekuasaan ekonomi yang lebih besar. Anggota kelompok petani bebas kecil yang terkadang memiliki hubungan saudara jauh dengan tuan tanah besar mampu memainkan peranan yang penting dalam kehidupan masyarakat. Mereka menempati posisi yang baik untuk mendapatkan pengakuan dan rasa hormat dari penduduk lain. Posisi yang strategis tersebut merupakan wujud perjuangan mereka dalam mempertahankan status sosial sehingga tidak turun ke lapisan buruh tani.
Jumlah tuan tanah besar di desa jumlahnya paling kecil. Tanah pertanian yang mereka kuasai sebagian besar adalah tanah subur yang produktif. Kelompok ini terdiri dari sejumlah kecil keluarga yang terikat dengan perkawinan. Lima keluarga tuan tanah besar lainnya adalah bangsawan. Penguasaan modal yang besar serta hubungan yang harmonis dengan tengkulak menyebabkan posisi secara ekonomi tuan tanah besar sangat baik. Beberapa tuan tanah besar memiliki tanah pertanian di luar desa. Petani bebas sedikit banyak telah menggunakan teknik-teknik pertanian modern. Pandangan mereka telah terbentang luas melewati batas desa. Tuan tanah besar memiliki hubungan pribadi dengan pemerintah. Berbagai informasi tentang desa sedikit banyak terhimpun dari kalangan tuan tanah besar. Informasi yang terkadang sangat jauh dari kenyataan yang sebenarnya. Pemimpin desa biasanya dari kelompok petani bebas ini demikian pula orang-orang yang bekerja keras untuk gerakan koperasi desa.
Secara ekonomi, dalam menjalankan usaha pertanian, tuan tanah besar menjalankan fungsi sebagai pengelola. Mereka jarang sekali mengerjakan pekerjaan kasar sendiri. Komoditas yang diusahakan adalah komoditas yang menjanjikan keuntungan besar walupun dengan modal yang besar. Beberapa tuan tanah besar berhasil merubah tegalan menjadi kebun buah-buahan yang terawat dengan baik. Setelah panen, tuan tanah besar menyerahkan pengelolaan tanah pertaniannya kepada buruh tani dengan cara maro. Tanah sawah yang mereka miliki disewakan atas dasar bagi hasil. Hasil sewa tersebut mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan makan sedangkan keuntungan dari usahatani kentang dan kubis mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan kemewahan, seperti membangun rumah. Mereka juga menanamkan modal pada usaha dagang dan pengangkutan.
Aspek Status dan Peran
Buruh Tani
Petani Bebas
Buruh Tani Sebenarnya
Petani Tidak Tetap
Petani Bebas Kecil
Tuan Tanah Besar
Kegiatan Ekonomi
Dipekerjakan oleh petani bebas dengan gaji harian
Bertanam di lahan yang dimilikinya dengan hasil yang sangat kurang
Mengerjakan tanah sendiri dan terkadang mengerjakan sawah tuan anah besar dengan sistem bagi hasil
Menjalankan fungsi “manajer” pada tanah yang mereka miliki, tuan tanah besar tidak melakukan pekerjaan kasar
Setelah panen, buruh tani diperbolehkan menanami lahan pertanian selama enam bulan
Dipekerjakan oleh petani bebas dengan gaji harian
Mempekerjakan buruh tani dengan  cara diupah
Mempekerjakan buruh tani dengan  cara diupah
Melakukan perdagangan kecil-kecilan pada saat menganggur
Mengerjakan lahan milik petani bebas dengan sistem bagi hasil
Menyewakan tanah kepada petani tidak tetap dengan sistem bagi hasil
Menyewakan tanah kepada petani tidak tetap dengan sistem bagi hasil
-
Melakukan perdagangan yang lebih luas dibandingkan buruh tani sebenarnya
Melakukan usaha perdagangan hasil pertanian
Usaha dagang hasil pertanian dan saprotan
Kedudukan Sosial
Menempati posisi paling bawah sehingga merasa “aman” karena tidak ada kekhawatiran jatuh dari posisinya
Menempati posisi atas sehingga timbul konsekuensi untuk menjaga keududukan tersebut atau bahkan meraih kedudukan yang lebih tinggi
Orang tua lebih banyak bekerja dalam ranah produktif sehingga sedikit sekali memberikan “warisan kebudayaan” kepada anak-anak mereka.
Ibu biasanya tinggal di rumah untuk mengasuh anak-anak. Proses “pewarisan kebudayaan” di dalam rumah berjalan dengan baik
Tidak merasa “memiliki” desa sehingga partisipasi pada pembangunan kurang
Desa adalah sarana untuk mengamankan kedudukannya

Kebutuhan akan pinjaman bagi tuan tanah besar diperoleh dari pedagang yang menyediakan pupuk dan obat-obatan pertanian. Para pedagang tidak membebankan bunga atas pinjaman yang dilakukan, mereka telah menetapkan harga jual yang lebih tinggi daripada harga pasaran. Selain itu, ketika panen sudah menjadi “kewajiban moral” bagi tuan tanah besar untuk menjual hasil panen kepada pedagang tersebut. Kompensasi yang terjadi adalah harga beli hasil panen tersebut dengan harga yang lebih murah. Sekilas kita akan menganggap bahwa syarat pinjaman tersebut tidak ideal, namun kita tidak dapat menyimpulkan bahwa syarat tersebut merugikan tuan tanah besar. Secara ekonomi dan sosial, status tuan tanah besar tidak tampak pada posisi yang dirugikan.
Ikatan keluarga antar tuan tanah besar di desa demikian kuatnya. Selalu terdapat perdamaian dan keserasian antara anggota berbagai keluarga tuan tanah besar. Kekuatan ekonomi dan sosial yang mereka miliki terletak pada kenyataan bahwa secara bersama-sama mereka merupakan gabungan perusahaan besar yang mencakup tanah, uang, kecerdasan, pengalaman dan hubungan.
Struktur sosial masyarakat sekarang sedikit mengalami perubahan dengan semakin pesatnya pembangunan dan introduksi berbagai teknologi serta informasi. Semakin terbukanya akses baik berupa transportasi dan komunikasi mau tidak mau akan membawa berbagai dampak bagi kehidupan sosial pedesaan.
Perubahan struktur sosial masyarakat desa tidak berlangsung secara serta merta. Seperti yang telah disampaikan di depan, Semakin pesatnya perkembangan pembangunan industri di perkotaan pada era orde baru yang memicu adanya disparitas desa-kota. Kondisi ini menyebabkan adanya fenomena urbanisasi besar-besaran, terlebih dengan semakin terdesaknya kaum buruh tani di pedesaan Jawa. Terjadi fenomena yang cukup menarik, yaitu sulitnya mencari buruh tani untuk bekerja di lahan. Sebagian besar buruh tani yang ada di tahun-tahun itu adalah mereka yang telah berusia lanjut.
Seiring dengan perkembangan pertanian desa yang telah berubah menjadi “industri pertanian”, status buruh tani tidaklah seperti yang digambarkan oleh H ten Dam pada tahun 1950-an. Kesejahteraan buruh tani semakin meningkat, bahkan istilah buruh tani menjadi suatu yang dipaksakan apabila ingin diterapkan di Desa saat ini.
Banyak petani yang kini bernasib naas, hanya menjadi tukang tanam. Namun, di desa yang ada adalah petani-petani yang telah berhasil memperlihatkan diri sebagai petani modern yang sukses. Cirinya, kehidupan mereka tidak hanya berkutat di kebun. Mereka memiliki banyak waktu untuk membagi ilmu kepada masyarakat petani lain agar bisa menjadi lebih maju maka dibentuklah kelompok petani.
Melalui kelompok-kelompok pula, para petani berhasil memikat generasi muda untuk bekerja di bidang pertanian. Kelompok Tani memberi peluang sangat besar bagi pemuda di desanya untuk bekerja di lahan pertanian, gudang pengepakan, atau kantor administrasi pemasaran dalam agribisnisnya. Para petani juga selalu menyisihkan sedikit lahan di kebun untuk percobaan dengan memberi perlakuan khusus pada tanaman agar mampu mencapai produktivitas dan kualitas terbaik bagi hasil pertaniannya. Selain itu, sebelum menanam suatu jenis tanaman, mereka melakukan analisis usaha. Dengan analisis usaha yang baik, mereka bisa melibatkan investor untuk bermain di dalam usaha pertanian mereka. Para petani pun sudah mampu membuat proposal. Tak hanya itu, dengan analisis usaha, mereka juga bisa dengan mudah mendapat pinjaman dari bank. Bahkan, karena lancar dalam pembayaran, bank bersedia memberi pinjaman lagi dengan jumlah yang lebih besar untuk digunakan sebagai modal usaha.

Berdasarkan Aspek Politik, struktur masyarakat desa terdiri atas lembaga-lembaga desa. Lembaga di desa mengalami perubahan seiring dengan perkembangan jaman. Perubahan struktur perwakilan masyarakat desa dari yang bersifat korporatis melalui LMD dan LKMD menjadi BPD yang bersifat partisipatif, memang mengubah dinamika desa, dari representasi negara menjadi kepanjangan tangan masyarakat. Namun demikian struktur kelembagaan yang dipaksakan “seragam” secara nasional melalui UU No. 22/1999 juga cenderung meniadakan karakter desa yang amat beragam dan heterogen. Tidak mengherankan jika BPD pun akhirnya lebih menjadi representasi elite desa ketimbang representasi masyarakat. Terlepas dari kelebihan BPD atas LMD dan LKMD, harus diakui bahwa kehadiran BPD yang juga dipilih rakyat jelas berpotensi menyaingi kewenangan Kades yang berujung pada delegitimasi Kades selaku otoritas tertinggi desa. Penciptaan lembaga BPD sebagai lembaga perwakilan desa barangkali didasari niat baik membangun demokrasi di tingkat desa. Namun persoalannya, lembaga BPD melahirkan disorientasi sosal mengenai arah kehidupan desa itu sendiri..
Melalui UU No. 32/2004 pemerintah dan DPR memang akhirnya mengubah BPD menjadi Bamusdes yang tidak lagi dipilih dan tidak memiliki fungsi kontrol atas Kades. Namun perubahan itu sama sekali tidak mengubah wajah desa menjadi lebih baik karena format Bamusdes pun cenderung bersifat “penyeragaman” ketimbang mempertahankan lembaga-lembaga masyarakat asli sebagai representasi masyarakat desa. UU Pemerintahan Daerah yang baru bahkan menciptakan mekanisme yang memungkinkan intervensi Negara ke dalam kehidupan desa melalui perubahan status sekretaris desa (Sekdes) menjadi pegawai negeri sipil (PNS).































PENUTUP


Dalam struktur masyarakat desa terdapat dua aspek yang perlu diperhatikan yaitu aspek ekonomi, sosial dan politik. Dari aspek ekonomi struktur social masyarakat desa dibedakan atas kelompok buruh tani dan petani bebas. Buruh tani dibedakan atas buruh tani dalam arti sesungguhnya dan petani tidak tetap, sedangkan petani bebas dibedakan atas petani bebas kecil dan besar. Dari aspek politik terdiri atas lembaga-lembaga pemerintahan di desa.

























SUMBER
Anonim. 2008. Desa. http://www.google.com/Desa.htm. Diakses tanggal 29 November 2008.
Beteille, Andre. 1970. Social Inequality. Penguin Education. California.
Widodo, Slamet. 2008. Struktur Sosial Masyarakat Cibodas Dari Masa ke Masa. http://www.google.com/struktur sosial masyarakat desa cibodas dari masa ke masa _ learning of slamet widodo.htm. Diakses tanggal 29 November 2008.

0 komentar: